Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) adalah anggota famili Rhinocerotidae dan salah satu dari lima spesies badak. Badak ini adalah badak terkecil, memiliki tinggi sekitar 120–145 sentimeter, dengan panjang sekitar 250 sentimeter dan berat 500–800 kilogram. Seperti spesies badak di Afrika, badak ini memiliki dua cula. Badak Sumatra terdapat di Taman Nasional Kerinci Seblat (Bengkulu).
Badak Sumatera, adalah satu-satunya badak Asia yang memiliki dua cula. Badak Sumatera juga dikenal memiliki rambut terbanyak dibandingkan seluruh sub-spesies badak di dunia, sehingga sering disebut hairy rhino (badak berambut). Ciri-ciri lainnya adalah telinga yang besar, kulit berwarna coklat keabu-abuan atau kemerahan - sebagian besar ditutupi oleh rambut dan kerut di sekitar matanya.
Panjang cula depan biasanya berkisar antara 25 - 80 cm, sedangkan cula belakang biasanya relatif pendek dan tidak lebih dari 10 cm. Saat anak badak sumatera lahir hingga remaja biasanya kulitnya ditutupi oleh rambut yang lebat berwarna coklat kemerahan. Bersamaan dengan bertambahnya usia satwa ini, rambut yang menutupi kulitnya semakin jarang dan berubah kehitaman. Panjang tubuh satwa dewasa berkisar antara 2-3 meter dengan tinggi 1 - 1,5 meter. Brat badan diperkirakan berkisar antara 600-950 kg.
Habitat badak sumatera mencakup hutan rawa dataran rendah hingga hutan perbukitan, meskipun umumnya satwa langka ini sangat menyukai hutan dengan vegetasi yang sangat lebat. Badak Sumatera adalah penjelajah dan pemakan buah (khususnya mangga liar dan buah fikus), daun-daunan, ranting-ranting kecil dan kulit kayu. Mereka lebih menyukai dataran rendah, khususnya di hutan-hutan sekunder di mana banyak terdapat sumber makanan yang tumbuh rendah. Badak Sumatera hidup di alam dalam kelompok kecil dan umumnya menyendiri (soliter).
Badak sumatera adalah badak yang memiliki ukuran terkecil dibandingkan semua sub-spesies badak di d unia. Menurut Rencana Aksi dan Strategi Konservasi (Dephut, 2007), populasinya di alam saat ini diperkirakan kurang dari 300 ekor. Meskipun demikian, indikasi yang ada menunjukkan jumlah populasi sebenarnya lebih rendah dari perkiraan tersebut. Satwa ini termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (critically endangered) - dalam daftar mrah spesies terancam lembaga konservasi dunia, IUCN. Populasi terbesar dan mungkin paling memadai untuk berkembang biak (viable) saat ini terdapat di Sumatera, sementara populasi yang lebih kecil terdapat di Sabah dan Semenanjung Malaysia.
Para ahli memperkirakan tidak ada satu pun populasi badak Sumatera yang jumlah individunya dalam satu wilayah jelajah melebihi 75 ekor. Kondisi tersebut menyebabkan mamalia besar ini sangat rentan terhadap kepunahan baik akibat bencana alam, penyakit, perburuan, atau kerusakan genetis. Kurang dari 25 ekor diyakini saat ini bertahan hidup di Sabah, sedangkan untuk Kalimantan tidak ada informasi atau data yang akurat tentang keberadaan satwa bercula dua ini.
Kehilangan habitat dan perburuan adalah ancaman yang paling utama bagi keberlangsungan hidup badak Sumatera. Agar satwa ini mampu bertahan hidup, dibutuhkan upaya-upaya serius untuk menyelamatkan habitat hutan di Sumatera di mana sebagian besar populasi badak Sumatera kini berada. Selain itu, upaya-upaya untuk menghentikan perdagangan cula badak dan produk-produk lainnya yang berasal dari tubuh satwa dilindungi tersebut harus dilakukan segera, agar insentif bagi para pemburu yang mengincar bagian-bagian tubuh badak Sumatera pun dapat dikurangi.
Populasi badak Sumatera (Dicerorhinus sumatranensis) kini tersisa kurang dari 100 individu di dunia. Satwa yang masuk kategori ‘kritis’ dalam Daftar Merah IUCN telah bertahan selama 20 juta tahun di bumi, dan kini berada di ambang kepunahan.
Selama bertahun-tahun, perburuan badak Sumatera untuk diambil cula maupun bagian-bagian tubuh lainnya - biasanya dipercaya sebagai bahan obat trandisional - telah berakibat pada semakin berkurangnya populasi satwa tersebut. Saat ini, hilangnya habitat hutan menjadi ancaman utama bagia kelangsungan hidup badak Sumatera yang tersisa.
Rusaknya hutan diiringi dengan berbagai aktivitas yang tidak berkelanjutan oleh manusia telah menyebabkan semakin terdesaknya populasi badak Sumatera menuju kepunahan. Dengan populasinya yang semakin kecil dan tingginya laju kerusakan hutan yang menyebabkan hutan terfragmentasi dalam kotak-kotak yang terisolir - maka, dalam beberapa kasus, badak Sumatera dilaporkan keluar hutan dan masuk ladang penduduk mencari makanan. Di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, ancaman utama terhadap habitat badak Sumatera adalah perambahan hutan menjadi kebun kopi dan tanaman pertanian lainnnya. Seiring dengan pembukaan hutan yang begitu cepat dan semakin terbukanya akses terhadap lokasi di dalam taman nasional, ancaman serius lainnya pun muncul: perburuan.
0 comments:
Post a Comment